Sejarah Singkat Dinar Emas dan Dirham Perak

Pada masa awalnya Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan beratnya dan Dinar Dirham yang digunakan merupakan cetakan dari bangsa Persia.

Koin awal yang digunakan oleh Muslimin merupakan duplikat dari Dirham perak Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak dibawah otoritas Khalifah Usman, radiy’allahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan “Bismillah” dan bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang dicetak oleh Muslimin.

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif Umar ibn ak-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7 Dinar (1 mithqal). Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab. Khalif Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: “Allahu ahad, Allahu samad”. Beliau juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.

Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar dan Dirham biasanya berbentuk bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”, yaitu, “La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama Amir dan tanggal pencetakkan; dan pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah, salallahu alayhi wa salam, dan terkadang, ayat-ayat Qur’an.

Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya kekhalifahan. Sejak saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era paska kolonialisme dimana negara negara tersebut merupakan pecahan dari Dar al Islam.

Sejarah telah membuktikan berulang kali bahwa uang kertas telah menjadi alat penghancur dan menjadi alat untuk melenyapkan kekayaan umat Muslim. Perlu diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan surat janji pembayaran menjadi alat tukar yang sah

Apa itu emas?


(sumber wikipedia) 
 
Emas (Sanskrit jval, Yunani χρυσος = chrysos, Latin aurum, Inggeris kuno gold) telah diketahui sebagai logam yang sangat berharga sejak zaman prasejarah. Hieroglif Mesir (2600 SM) mengatakan logam dan emas dinyatakan beberapa kali dalam Perjanjian Lama (Ing. Old Testament). Penjelajahan orang Eropa (pada zaman penjelajahan Eropa) ke benua Amerika, Afrika, dan Asia digalakkan oleh pelbagai berita yang menyatakan bahawa bahan hiasan emas digunakan secara berleluasa di kalangan orang asli benua-benua tersebut, terutamanya di Amerika Tengah, Peru, dan Colombia.

Emas adalah sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius. Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer).

Emas telah lama dianggap sebagai logam yang paling berharga, dan telah digunakan sebagai alat tukar-menukar. Emas juga digunakan sebagai simbol ketulenan, nilai tinggi, kedaulatan. 
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan sebagai perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai satuan berat gram sampai kilogram.

 (gambar diambil dari jeffnolan.com)

Tahun 2008 dunia internasional dikejutkan oleh suatu peristiwa yang aneh tapi nyata. Zimbabwe, suatu Negara di benua Afrika mengeluarkan mata uang dengan nominal Z$ 100 milyar. Kok bias pemerintahan Negara Zimbabwe mengeluarkan mata uang yang sedemikian dahsyat nilainya? Ini semua tak lain dan tak bukan karena mata uang Zimbabwe sudah kehilangan daya belinya akibat terlalu banyak uang yang berputar di masyarakat. Yang lebih ajaib lagi uang kertas dengan nominal 100 milyar itu hanya bias dibelikan setangkup roti atau jeruk empat biji, Wow!
Ingat lho ya ini bukan di dunia permainan  monopoli atau game computer ini adalah peristiwa yang BENAR-BENAR terjadi di sebuah Negara berdaulat. Aah itu kan di Zimbabwe, Negara Afrika tentu beda dengan Negara maju atau Negara kita. Eeeits jangan salah dulu, di Negara Jerman tahun 1923 orang lebih suka membakar uang untuk menghangatkan ruangan di musim dingin daripada membeli kayu bakar karena harganya sama. Lalu seorang yang ingin membeli roti harus membawa gerobak dan berlari menuju toko roti. Bukan untuk membawa rotinya tetapi untuk membawa uang yang dipakai untuk membeli beberapa potong roti. Kalau telat sedikit saja maka uang di gerobaknya tak akan cukup untuk membeli roti. Saking cepatnya inflasi.
Di Indonesia tahun 1998 juga pernah mengalami Inflasi yang sangat tinggi sehingga uang yang dipegang oleh orang tua kita seakan-akan tidak ada nilainya atau nilainya sangat kecil sekali. Kita tentunya harus bisa mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian yang pernah dan sedang terjadi di seputar penggunaan uang kertas ini. Tidak ada satu negara pun yang bisa mencegah inflasi hanya kecepatan inflasi masing-masing Negara berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Saat inflasi menggila maka memegang uang kertas bukan lagi sebuah kenikmatan tetapi lebih seperti memegang bara api di mana kita harus memindahkannya secepat mungkin sebelum kita terbakar (bangkrut) karena nilai uang kita akan cepat sekali hangus. Kamu mau mengalami hal seperti itu???


 (gambar dari st290557.sitekno.com)


Pada awal kehadirannya, setiap uang yang dicetak pun mempunyai back up (jaminan) emas, jadi semisal kamu punya uang kertas senilai Rp 10 juta emas senilai Rp 10 juta yang disimpan negara dan bisa diambil saat kamu butuh. Bisa dibilang bahwa uang kertas adalah sertifikat emas, hal ini dilakukan karena banyak kekacauan moneter yang terjadi sejak abad 18, 19, perang dunia I, Great Depression pada tahun 1930 an di Amerika, dan puncaknya setelah Perang Dunia II. Saat itu dirasakan bahwa dunia memerlukan sistem moneter dan keuangan yang bisa menjadi standar. Amerika mengusulkan untuk diadakannya kesepakatan untuk menjalankan suatu sistem moneter bersama yang di adakan di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944. Amerika yang bisa dikatakan sebagai pimpinan Sekutu yang memenangkan Perang Dunia II diberi hak untuk menjadikan mata uangnya yaitu US dolar sebagai mata uang sentral dan reserve currency (artinya US dolar dapat dijadikan sebagai cadangan devisa suatu negara). Dalam kesepakatan ini juga di tetapkan bahwa setiap pencetakan USD 35 maka harus ada 1 ons emas sebagai back up. Lalu lambat laun perbandingan uang dengan emas diperkecil. Dari awalnya 1 uang kertas sebanding dengan 1 emas maka mulai mengecil menjadi 10 uang kertas sebanding dengan satu emas, lalu berkembang 1:100, 1:1000 dan lama kelamaan 1 uang kertas tidak mempunyai cadangan emas lagi. Sampai pada tahun 1971 Amerika menyerah untuk mengendalikan keuangannya yang dikaitkan dengan emas dan secara sepihak memutuskan untuk tidak mem back up dolar yang dicetaknya dengan emas. Pada tahun yang sama dikeluarkan Smithsonian Agreement yang disepakati bersama negara-negara industri G-10. Sejak saat itulah setiap uang yang dicetak sebenarnya kehilangan nilai hakikinya karena tidak lagi menjadi sertifikat emas tetapi hanya cek kosong.

Uang kertas juga biasa disebut sebagai FIAT Money, yang arti dari FIAT sendiri adalah let it be done atau bahasa gaulnya mata uang yang “suka-suka”. Fiat money mempunyai ciri-ciri :
1.      Ditetapkan oleh pemerintah suatu negara sebagai alat tukar yang sah.
2.     Nilainya bisa naik turun, karena tidak ada back up an dari komoditas yang berharga semisal emas atau perak.
Nilai intrinsiknya sangat kecil atau murah. 

Inflasi adalah faktor yang tingkat ketidak-pastiannya paling sulit untuk diatasi oleh para ekonom maupun perencana keuangan manapun. Coba tanya kakak atau saudara dari teman-teman yang sudah memasuki masa SMP atau SMA saat tahun 1998. Pasti tahu bahwa terjadi inflasi terburuk selama pemerintahan Orde Baru yaitu sebesar 78%. Pada saat itu nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika mencapai angka Rp 16.000 lebih. Kekayaan seluruh rakyat Indonesia waktu itu merosot nilainya sehingga tinggal ¼ dari nilai sebelumnya hanya dalam hitungan hari. Lalu bila kita tarik ke era yang lebih lawas yaitu masa Orde Lama, pernah terjadi inflasi sebesar 650% pada tahun 1965 . Sehingga pemerintah pada masa itu mengambil kebijakan untuk memotong  tiga angka nol-nya. Tapi tiga angka nol tadi kembali lagi dalam 30 tahun kemudian.
Jadi silakan sekarang periksa di dompet teman-teman semua, apakah kamu semua sudah menaruh uang dengan tiga angka nol di dompet atau belum? Kalau belum alamat kamu harus berhati-hati bisa jadi sewaktu-waktu pemerintah mengeluarkan kebijakan pemotongan tiga angka nol lagi dan kamu praktis tidak punya apa-apa.
Apakah inflasi atau melemahnya daya beli uang ini hanya terjadi pada rupiah saja? Ooo, tentu tidak. Untuk mata uang yang dianggap paling kuat yaitu Dolar Amerika pun mengalaminya. Ini bisa dilihat dari turunnya daya beli Dolar Amerika terhadap emas yang tinggal 29% dalam 8 tahun terakhir. Yang lebih mengenaskan dalam 40 tahun terakhir daya beli Dolar Amerika terhadap emas tinggal 4% saja!
Oleh karena itu menggunakan uang kertas sebagai sarana investasi bukanlah cara yang CERDAS, mengapa? Karena nilai uang kertas semakin turun dari tahun ke tahun. Misalnya orang tua kita menyisihkan sebagian pendapatannya untuk masa pensiun yang 20-30 tahun lagi. Tapi begitu sudah pensiun eeh ternyata uang yang susah-susah disisihkan dan dikumpulkan hanya bernilai 1/3 dari nilai sebelum pensiun. Jadi bisa dibayangkan bila kita sudah susah-susah menabung atau menyisihkan penghasilan kita untuk investasi masa depan tapi ternyata nilainya makin menurun. Pintar ga tuh?
Contoh konkret masalah ini saya ambil dari tulisan Pak Muhaimin Iqbal salah satu praktisi Dinar & Dirham di Indonesia. Seorang kawan dari Pak M. Iqbal (kita anggap saja Bapak A) yang kecewa berat dengan asuransi pendidikan untuk anaknya yang dibeli pada tahun 1988. Si Bapak A ini bekerja sebagai eksekutif di sebuah perusahaan telekomunikasi. 
Saat itu ketika anaknya baru lahir, Bapak A ini membeli produk asuransi pendidikan senilai Rp 22,5 juta yang akan cair pada saat anaknya masuk perguruan tinggi. Saat itu nilai pertanggungannya sangat besar dan pada tahun-tahun awalnya harus dibayar 20% dari gaji bulanannya.
Tahun 2006 saat anaknya masuk ITB dan perlu membayar Rp 45 juta uang pangkal, dana asuransi yang cair ternyata hanya cukup membayar separuh dari uang pangkal tersebut. Siapa yang salah? Perusahaan asuransi sudah membayar kewajibannya dengan benar, Si Bapak A juga telah konsisten selalu membayar preminya bertahun-tahun dengan benar. Yang salah tidak lain adalah nilai mata uang rupiah yang tidak bisa diandalkan sebagai sarana investasi. Nanti kita akan bahas bagaimana seharusnya Bapak A dan kita semua bertindak untuk asuransi pendidikan.

Macam-macam Inflasi
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi.
Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun;
inflasi sedang antara 10%—30% setahun;
berat antara 30%—100% setahun; 
dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.


Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).
Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan di mana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat.
Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment di mana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas di pasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.


Cara mengukur inflasi
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
Indeks harga produsen (IHP) adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu. Indeks harga barang-barang modal
Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Kita tidak membahas lebih jauh karena saya tahu teman-teman pasti akan pusing dengan istilah-istilah moneter yang aneh-aneh :D.

Asal inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.


Peranan Bank Sentral
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.

Nah, itu dia penjabaran panjang x lebar x tinggi dari inflasi. Sudah paham kan?
(gambar dari yosefrabindanata.wordpress.com)

Uang kertas memiliki sahabat karib, siapakah dia? Dia bernama inflasi dan deflasi. Dalam sistem moneter uang kertas, pasti akan kita jumpai istilah inflasi dan deflasi. Apa itu inflasi?
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak-lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Kebalikan dari inflasi adalah deflasi. Dua hal ini selalu menyertai perkembangan mata uang kertas sepanjang sejarahnya.